Seperti
yang kita ketahui bahwa di Indonesia ini banyak sekali terdapat
berbagai macam kambing. Mulai dari Ujung Sabang, Aceh hingga Merauke,
Papua. untuk itulah kali ini akan dibahas mengenai Macam
Kambing Yang Ada Di Indonesia.
Oke tidak perlu panjangan lebar lagi Macam Kambing Yang Ada Di Indonesia :
- Kambing Kacang
- Kambing Peranakan Ettawa ( P.E )
- Kambing Jawarandu
- Kambing Saanen
- Kambing marica
- Kambing Samosir
- Kambing Muara
- Kambing Kosta
- Kambing Gembrong
- Kambing Boer
- Kambing Boerandu
- Kambing boerawa
- Kambing Peranakan Ettawa Senduro.
Kalo ada yang ingin menambahkan, silahkan saja.
Jual kambing aqiqah di Ciputat, Pamulang, Serpong, Bintaro, Pondok Cabe, Tangerang dalam bentuk matang. Syarie dan higienis. Dapat dibayar ditempat. Hubungi HARI 0898-2195-335,0852-8228-0101, PIN 22E4318A.
Rabu, 22 Mei 2013
Berbagai Jenis Kambing di Dunia
Ternyata di dunia begitu banyak jenis kambing. Inilah berbagai jenis kambing tersebut:
- Kambing Alpines
- Kambing hitam Anatolia
- Kambing Anglo Nubian (dan pedaging )
- Kambing Appenzel
- Kambing Argentata
- Kambing Bhuj ( kambing perah dan kambing potong )
- Kambing Bionda DelAdamello
- Kambing Pygmy
- Kambin Saanen
- Kambing Toggenburg
- Kambing gunung Altai
- Kambing Kasmir Amerika
- Kambing Anggora
- Kambing Kasmir Australia
- Kambing Barbari
- Kambing Beetal
- Kambing Black Bengal
- Kambing Pulau Auckland
- Kambing Bagot
- Kambing Booted
- Kambing Pulau Arapawa
- Kambing Nigerian dwarf
- Kambing Golden Guernsey
- Kambing Girgentana
Senin, 06 Mei 2013
Penyembelihan Hewan Harus Dilaksanakan Secara Manual
dakwatuna.com – Jakarta, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menyatakan, penyembelihan untuk hewan harus dilaksanakan secara manual,
tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya.
“Walau demikian, harus dilakukan dengan usaha meminimalisir terjadinya penyiksaan (ta’dzib) dalam proses penyembelihan,” kata MUI dalam website resminya), Ahad (5/5).
MUI menjelaskan, dalam hal penyembelihan menggunakan stunning, hal itu dibolehkan dengan ketentuan, hewan hanya pingsan sementara tidak menyebabkan kematian, tidak menyebabkan cedera permanen, dilakukan dengan ihsan, tidak menyiksa hewan, dan teknis pelaksanaan di bawah pengawasan para ahli.
“Untuk itu perlu ada langkah-langkah sebagai berikut, Langkah kongkret dalam penyediaan peralatan penyembelihan dengan peralatan modern, sebagai manifestasi dari modernisasi ihsan non-stunning,” tutur MUI.
Hal itu disampaikan dalam Pertemuan para pimpinan MUI Pusat dan ketua MUI daerah serta Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang membahas tentang “Sosialisasi Pelaksanaan Stunning (pemingsanan) yang Memenuhi Persyaratan Halal”, yang berlangsung di Jakarta pada 29 hingga 30 April 2013.
Pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi nasional setelah pengamatan dan mencermati praktek penyembelihan di Rumah Potong Hewan (RPH) di berbagai daerah, dan setelah menelaah Ketentuan Fatwa MUI terkait penyembelihan halal.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, ketentuan mengenai praktek penyembelihan halal, semuanya terikat oleh Fatwa MUI Tahun 1976 tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis, Fatwa Tahun 2003 tentang Standar Produk Halal, dan Fatwa Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.
Pelatihan penyembelih terkait dengan aspek syar’i (pemahaman keagamaan tentang tata cara penyembelihan) serta aspek teknis (pemahaman teknis penggunaan peralatan secara benar) untuk kepentingan sertifikasi penyembelih, LPPOM membuat standar pelatihannya.
MUI juga mendesak Pemerintah mewajibkan seluruh Rumah Potong Hewan (RPH), baik di pemerintah maupun swasta, untuk mensertifikasi halal produknya, mengikuti ketentuan Fatwa MUI dan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan proses LPPOM MUI.
MUI juga mengatakan, perlu ada sosialisasi yang memadai terhadap Fatwa MUI terkait dengan standar penyembelihan halal, khususnya di lingkungan dinas-dinas peternakan, Rumah Potong Hewan (RPH), standar MUI tersebut untuk keperluan Masyarakat, pemegang kebijakan, pemangku kepentingan serta masyarakat umum.
“Perlu ada implementasi ketentuan Pasal 58 ayat (4) UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan produk hewan yang diproduksi konsumen dan dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan Sertifikat Halal,” katanya.
Menurut MUI, Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah memiliki sertifikat halal dan memiliki peralatan baru untuk proses stunning tetapi belum memenuhi ketentuan Fatwa, maka ada masa transisi; MUI perlu menyurati Rumah Potong Hewan (RPH) untuk melakukan perbaikan pada aspek yang perlu diperbaiki, dan setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang.
“Dan dalam masa transisi tersebut, MUI menghentikan sementara keberlakuan sertifikat halal. Jika dalam masa transisi tidak dilakukan perbaikan, dicabut sertifikatnya dan disampaikan ke publik,” tambahnya. (kmh/mina)
Redaktur: Saiful Bahri
“Walau demikian, harus dilakukan dengan usaha meminimalisir terjadinya penyiksaan (ta’dzib) dalam proses penyembelihan,” kata MUI dalam website resminya), Ahad (5/5).
MUI menjelaskan, dalam hal penyembelihan menggunakan stunning, hal itu dibolehkan dengan ketentuan, hewan hanya pingsan sementara tidak menyebabkan kematian, tidak menyebabkan cedera permanen, dilakukan dengan ihsan, tidak menyiksa hewan, dan teknis pelaksanaan di bawah pengawasan para ahli.
“Untuk itu perlu ada langkah-langkah sebagai berikut, Langkah kongkret dalam penyediaan peralatan penyembelihan dengan peralatan modern, sebagai manifestasi dari modernisasi ihsan non-stunning,” tutur MUI.
Hal itu disampaikan dalam Pertemuan para pimpinan MUI Pusat dan ketua MUI daerah serta Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang membahas tentang “Sosialisasi Pelaksanaan Stunning (pemingsanan) yang Memenuhi Persyaratan Halal”, yang berlangsung di Jakarta pada 29 hingga 30 April 2013.
Pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi nasional setelah pengamatan dan mencermati praktek penyembelihan di Rumah Potong Hewan (RPH) di berbagai daerah, dan setelah menelaah Ketentuan Fatwa MUI terkait penyembelihan halal.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, ketentuan mengenai praktek penyembelihan halal, semuanya terikat oleh Fatwa MUI Tahun 1976 tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis, Fatwa Tahun 2003 tentang Standar Produk Halal, dan Fatwa Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.
Pelatihan penyembelih terkait dengan aspek syar’i (pemahaman keagamaan tentang tata cara penyembelihan) serta aspek teknis (pemahaman teknis penggunaan peralatan secara benar) untuk kepentingan sertifikasi penyembelih, LPPOM membuat standar pelatihannya.
MUI juga mendesak Pemerintah mewajibkan seluruh Rumah Potong Hewan (RPH), baik di pemerintah maupun swasta, untuk mensertifikasi halal produknya, mengikuti ketentuan Fatwa MUI dan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan proses LPPOM MUI.
MUI juga mengatakan, perlu ada sosialisasi yang memadai terhadap Fatwa MUI terkait dengan standar penyembelihan halal, khususnya di lingkungan dinas-dinas peternakan, Rumah Potong Hewan (RPH), standar MUI tersebut untuk keperluan Masyarakat, pemegang kebijakan, pemangku kepentingan serta masyarakat umum.
“Perlu ada implementasi ketentuan Pasal 58 ayat (4) UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan produk hewan yang diproduksi konsumen dan dimasukkan ke wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan Sertifikat Halal,” katanya.
Menurut MUI, Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah memiliki sertifikat halal dan memiliki peralatan baru untuk proses stunning tetapi belum memenuhi ketentuan Fatwa, maka ada masa transisi; MUI perlu menyurati Rumah Potong Hewan (RPH) untuk melakukan perbaikan pada aspek yang perlu diperbaiki, dan setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang.
“Dan dalam masa transisi tersebut, MUI menghentikan sementara keberlakuan sertifikat halal. Jika dalam masa transisi tidak dilakukan perbaikan, dicabut sertifikatnya dan disampaikan ke publik,” tambahnya. (kmh/mina)
Redaktur: Saiful Bahri
Langganan:
Postingan (Atom)